Gairahkan Kembali Semangat Membangun UI sebagai Guru Bangsa


Gairahkan Kembali Semangat Membangun UI sebagai Guru Bangsa

Dr.rer.nat. Yasman, M.Sc.; Calon Rektor UI 2019-2024

Dalam roadshow sosialisasinya ke Fakultas-fakultas yang ada di UI, P3CR UI menegaskan ingin menjaring Bakal Calon Rektor UI terbaik sebanyak-banyaknya. Harapannya satu: panitia dapat memiliki banyak alternatif dari sekian banyak Bakal Calon Rektor UI terbaik.
Sebagai salah satu civitas akademika UI, Penulis bertanya, “apa iya dalam waktu yang tersisa (sosialisasi diadakan tanggal 24 Juli 2019 dan deadline melengkapi semua berkas persyaratan tanggal 2 Agustus 2019) akan ada banyak Bakal Calon Rektor putra terbaik UI yang tergerak untuk ikut dalam kontestasi pilrek UI 2019 ini?” P3CR UI kemudian memberikan garansi bahwa waktu yang tersisa cukup bagi seseorang untuk maju sebagai Bakal Calon Rektor UI. Penasaran dengan garansi tersebut, Penulis mulai membuka-buka laman pemilihanrektor.ui.ac.id dan mulai mengeksplor info-info penting yang barangkali dapat lebih meyakinkan Penulis untuk memenuhi himbauan P3CR UI dalam acara sosialisasinya hari itu di Dekanat FMIPA UI. Ada beberapa catatan penting yang Penulis dapatkan dari kegiatan membuka-buka lama pemilihanrektor.ui.ac.id saat itu: (1) Garansi yang diberikan P3CR hanya mungkin jika Bakal Calon UI merupakan orang yang kenyang dengan pengalaman manajerial dan kepemimpinan serta memiliki totalitas dan loyalitas yang tinggi dalam bidang manajerial dan kepemimpinan tersebut. Jadi, tujuan road show untuk sosialisasi oleh P3CR UI memang bersungguh-sungguh ingin menjaring Bakal Calon Rektor UI yang terbaik. (2) ada satu pertanyaan di icon FAQ (Frequently Asked Question) yaitu apakah syarat menjadi Rektor UI harus menyandang gelar profesor? Jawaban P3CR UI adalah: tidak!

Sekarang mari kita masuk ke ulasan utama terkait judul yang Penulis berikan. Banyak orang yang mengenal Penulis merasa heran dan sangsi, apakah Penulis memenuhi syarat menjadi Rektor UI? Memang Penulis sudah atau dalam waktu dekat akan menyandang predikat akademik tertinggi, profesor? Penulis harus mengatakan bahwa keheranan dan kesangsian tersebut sangat-sangat kuno dan kolot. Bisa jadi hal tersebut juga merupakan opini yang salah bagi dosen bergelar Doktor dan memiliki pengalaman manajerial dan kepemimpinan yang ciamik dan kemudian menghalangi potensi terbaik mereka untuk ikut mengembangkan dan membangun UI. Salah satunya adalah mengikuti proses pemilihan Rektor UI tahun 2019 ini. Bukankah P3CR UI telah memberikan jawaban bahwa predikat profesor bukan lah syarat menjadi Rektor UI.

Entah ini merupakan suatu kebetulan atau pendukungan semesta atas argumentasi Penulis di atas, namun faktanya dari 21 Calon Rektor terjaring yang diumumkan oleh P3CR UI 2019, sebanyak 66,7% merupakan Calon Rektor yang belum berpredikat profesor. Coba bandingkan dengan data Pilrek UI 5 tahun lalu: dari 25 Calon Rektor terjaring, hanya 40% yang merupakan Calon Rektor yang belum berpredikat profesor. Hal ini menunjukkan upaya P3CR UI 2019 melakukan roadshow dan sosialisasi untuk menjaring dosen-dosen muda yang berenergi tinggi dan positif untuk memajukan UI sangat berhasil. Sekarang ini, sudah ada banyak alternatif dari Calon Rektor terjaring yang merupakan tenaga-tenaga muda bertalenta dalam bidang akademik, manajerial dan kepemimpinan yang siap untuk dibidik sebagai Rektor UI periode 2019-2024 untuk mencapai sasaran strategis RPJP UI Tahap II, yaitu UI masuk dalam 5 besar Asia Tenggara.

Mengapa harus memilih tenaga muda bertalenta dalam bidang akademik, manajerial dan kepemimpinan sebagai Rektor UI? P3CR UI 2019 menetapkan bahwa syarat menjadi Rektor UI adalah bergelar Doktor. Seseorang dengan kualifikasi doktor sudah dapat dipastikan memiliki kompetensi akademik yang baik. Itulah sebabnya syarat menjadi Rektor adalah minimal harus berpendidikan doktor! Jika totalitas peran akademiknya dilakukan dengan baik, idealnya dalam waktu 5-10 tahun mungkin yang bersangkutan sudah dapat meraih predikat profesor. Lantas mengapa ada Doktor yang belum profesor? Ada tiga kemungkinan penyebabnya: pertama karena totalitas peran akademik yang bersangkutan tidak dilakukan dengan baik; kedua karena yang bersangkutan memilih totalitas dalam peran yang lain seperti menjalankan tugas manajerial di lingkungan kampusnya; kemungkinan ketiga adalah karena totalitas peran akademik yang bersangkutan terbagi dengan peran yang lain seperti menjalankan tugas manajerial di lingkungan tempat kerjanya. Idealnya, P3CR UI harus memilih Calon Rektor UI non profesor dengan alasan ketiga. Bagaimana mengetahuinya? Gampang! Lihat saja list publikasi dan list pengalaman manajerial di CV yang bersangkutan. Calon Rektor tipe ini biasanya para dosen muda yang baru menamatkan pendidikan doktornya, 10-15 tahun yang lalu, dan jumlah mereka banyak. Ya, sekali lagi: jumlah mereka banyak!

Lantas apakah seorang profesor sebaiknya tidak diprioritaskan untuk dipilih menjadi rektor? Dalam tulisan yang lain, Penulis berargumen bahwa seorang profesor selayaknya lah lebih mementingkan peranannya sebagai pemantau, pengembang, dan penjamin otonomi keilmuan di tingkat Universitas dan/atau Fakultas. Seorang profesor harus mampu menjadi lokomotif bagi jalannya penelitian di suatu universitas riset. Kalau harus sibuk menjadi pelayan ke semua stake holder dalam menjalankan tugas operasional pengembangan UI, maka sudah dapat dipastikan kompetensi dan kepakaran keilmuannya sebagai seorang profesor akan tak berjalan sebagaimana mestinya (jika tak boleh mengatakan akan berhenti sama sekali).

Ijinkan Penulis beralih sebentar untuk mengenalkan sedikit tentang #UI GB 5.0 yang mengusung Guru Besar sebagai pilar utama UI Rumah Guru Bangsa. Hal ini diperlukan karena ada kaitannya dengan argument Penulis di atas. Dalam #UI GB 5.0, para Guru Besar (profesor) akan dikembalikan ke khittah-nya sebagai lokomotif jalannya kegiatan penelitian di UI sebagai Universitas Riset. Perkuat Grup Riset--yang pada universitas-universitas ternama di luar negeri dipimpin dan dikembangkan oleh (profesor) Guru Besar--untuk mendukung cita-cita RPJP UI 2015-2035 serta Visi dan Misi UI. Pimpin dan gerakkan kegiatan penelitian grup riset Anda karena kompetensi dan kepakaran Anda lebih dibutuhkan di sana. Biarkan dosen-dosen muda yang masih ikhlas mengenyampingkan totalitas peran akademiknya demi mengabdi secara total di peran manajerialnya yang melayani semua kebutuhan pengembangan penelitian di grup riset Anda.

Apakah itu artinya P3CR dan Pansus Pilrek UI harus hanya memilih calon non profesor terbaik sebagai Rektor UI 2019-2024? Bukan itu esensinya! P3CR UI harus mampu mengidentifikasi siapa calon Rektor UI yang terbaik, tanpa terpengaruh oleh stigma yang keliru yaitu Rektor harus profesor. Predikat profesor yang melekat pada seseorang bukanlah segalanya dan bukan juga target utama calon rektor pada Pilrek UI. Stigma bahwa Rektor UI harus profesor akan menggiring sikap skeptis dosen-dosen muda berbakat untuk ikut aktif berkompetisi dalam proses Pilrek UI dan hal tersebut harus dapat dipupus habis oleh P3CR UI 2019. UI membutuhkan dosen-dosen muda berbakat dan berenergi tinggi serta positif guna membangun UI pada masa sekarang ini dan di masa-masa yang akan datang untuk menjadikan UI sebagai Guru Bangsa yang Berkualitas dan Unggul di Dunia sebagaimana yang dicita-citakan dalam RPJP UI 2015-2035. P3CR UI untuk masa yang akan lebih sukses lagi menjaring bakal calon rektor tenaga muda tanpa perlu lagi bersibuk-sibuk ria untuk roadshow menyosialisasikan kegiatan Pilrek UI. Karena tanpa diminta, mereka akan berbondong-bondong mendaftar dan menyiapkan diri untuk berkompetisi dan menjadi yang terbaik dari yang terbaik, demi kemajuan UI tercinta. Pupus habis stigma bahwa Rektor harus profesor. Kembangkan stigma baru yang sudah berkembang dalam pilrek UI 2019 dan mari kita perhatikan apa yang akan terjadi? Majulah UI, kampus Guru Bangsa. 

Komentar